HUKUM SHOLAT YANG BERKAITAN DENGAN WANITA

 



Apa yang Khusus untuk Wanita dari Hukum-hukum Salat

Disusun oleh:

Dr. Ahmad bin Saleh Aal Abdul Salam, Profesor Asisten Fikih di King Khalid Military College.

Diterjemahkan dan diringkas oleh ;

Huzaifah Ali Akbar.

 

Pendahuluan

Salat adalah salah satu rukun Islam dan fondasi agung. Allah mewajibkannya kepada orang-orang yang balig, baik laki-laki maupun wanita1. Meskipun wanita dan laki-laki memiliki kewajiban salat yang sama, wanita memiliki beberapa hukum salat yang berbeda, yang disesuaikan dengan penciptaan mereka dan tugas syariat mereka.


Bahasan I: Pakaian Wanita dalam Salat

Wanita merdeka wajib menutup seluruh tubuhnya saat salat, kecuali wajah, telapak tangan, dan telapak kaki, menurut kesepakatan ulama3. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis yang menyatakan bahwa wanita adalah aurat, dan oleh karena itu wajib baginya untuk menutupi seluruh tubuhnya dalam salat dan di luar salat4. Namun, wajah, telapak tangan, dan telapak kaki dikecualikan karena adanya konsensus di antara para ulama5.


  • Wajah: Para ulama sepakat bahwa wanita tidak wajib menutupi wajahnya dalam salat6.

  • Telapak tangan dan kaki: Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kewajiban menutup telapak tangan dan kaki7.

    • Pendapat Pertama: Tidak wajib menutupi telapak tangan dan kaki. Ini adalah pendapat mazhab Al-Tsauri, Al-Muzani, dan riwayat yang sahih dalam mazhab Hanafi. Ini juga adalah pendapat pilihan Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah8.

    • Pendapat Kedua: Tidak wajib menutupi telapak tangan, tetapi wajib menutupi telapak kaki. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafi'i, dan riwayat yang kuat dalam mazhab Hanbali9999.

    • Pendapat Ketiga: Wajib menutupi telapak tangan dan kaki. Ini adalah riwayat dalam mazhab Hanbali10.

  • Tarjih (Pendapat yang Kuat): Pendapat yang paling kuat adalah tidak wajib menutupi telapak tangan dan kaki11. Namun, disunahkan bagi wanita untuk bersungguh-sungguh dalam menutupi seluruh tubuhnya dalam salat untuk keluar dari perbedaan pendapat12.


Bahasan II: Pakaian yang Disunahkan Dipakai Wanita Saat Salat

Disunahkan bagi wanita Muslimah untuk bersungguh-sungguh dalam menutupi seluruh tubuhnya saat salat, kecuali wajah13. Ini termasuk menutupi bagian-bagian yang masih diperdebatkan oleh ulama, yaitu telapak tangan dan kaki, untuk menghindari perselisihan14. Termasuk dalam hal ini adalah salat dengan tiga pakaian:

  1. Dir’un: Kemeja atau gamis yang menutupi seluruh tubuh dan kaki15.

  2. Khimar: Penutup kepala yang menutupi kepala dan leher16.

  3. Jilbab: Pakaian terusan atau selimut yang digunakan di atas pakaian lainnya17.


Bahasan III: Adzan Wanita untuk Salat

  • Pendahuluan: Mayoritas ulama berpendapat bahwa adzan dan iqamah tidak wajib bagi wanita18. Tidak ada perbedaan pendapat tentang hal ini19.

  • Permasalahan Pertama: Adzan Wanita Sendirian: Ulama memiliki dua pendapat tentang adzan wanita sendirian20.

    • Pendapat Pertama: Makruh baginya untuk adzan dan iqamah. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Hanbali21.

    • Pendapat Kedua: Makruh baginya untuk adzan tetapi disunahkan untuk iqamah. Ini adalah riwayat yang kuat dalam mazhab Maliki dan Syafi'i22.

  • Tarjih (Pendapat yang Kuat): Pendapat yang paling kuat adalah tidak disyariatkan bagi wanita untuk adzan dan iqamah23. Namun, jika dia melakukannya, hukumnya boleh24.

  • Permasalahan Kedua: Adzan Wanita di Masjid Jamaah: Mayoritas ulama, termasuk Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Zhahiriyah, berpendapat bahwa adzan wanita di masjid tidak diperbolehkan. Jika dia melakukannya, adzannya tidak sah dan perbuatannya haram25. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa adzannya makruh dan disunahkan untuk diulangi26.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah tidak sahnya adzan wanita untuk jamaah, karena adzan adalah kekhususan laki-laki27.


Bahasan IV: Imamah (Menjadi Imam) dalam Salat

  • Permasalahan Pertama: Imamah Wanita untuk Laki-laki:

    • Pendapat Pertama: Mayoritas ulama, termasuk mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali, dan Zhahiriyah, berpendapat bahwa wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki, baik dalam salat fardu maupun sunah28.

    • Pendapat Kedua: Boleh menjadi imam bagi laki-laki dalam salat sunah, bukan fardu, khususnya salat Tarawih. Ini adalah riwayat tunggal dalam mazhab Hanbali29.

    • Pendapat Ketiga: Boleh menjadi imam bagi laki-laki dalam salat fardu maupun sunah. Ini adalah pendapat Al-Muzani, Abu Tsaur, dan Ibnu Jarir Al-Thabari30.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah tidak diperbolehkannya wanita menjadi imam bagi laki-laki. Alasannya, wanita tidak boleh menjadi wali (pemimpin) bagi laki-laki. Selain itu, posisi imam adalah di depan, sementara wanita seharusnya salat di belakang laki-laki31313131.


Bahsasan V: Imamah Wanita untuk Wanita

  • Permasalahan Pertama: Imamah Wanita untuk Wanita:

    • Pendapat Pertama: Boleh bagi wanita untuk menjadi imam bagi wanita lain secara mutlak. Ini adalah mazhab Syafi'i dan Hanbali32.

    • Pendapat Kedua: Tidak disunahkan bagi mereka untuk melakukannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Maliki33.

    • Pendapat Ketiga: Boleh menjadi imam dalam salat sunah, tetapi tidak dalam salat fardu34.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah bolehnya wanita menjadi imam bagi jamaah wanita lainnya35. Hal ini karena tidak ada larangan yang sahih, dan ada praktik dari beberapa sahabat wanita seperti Ummu Salamah dan Aisyah RA36.

  • Permasalahan Kedua: Posisi Wanita dalam Saf Jika Menjadi Imam: Jika seorang wanita menjadi imam bagi wanita lain, dia berdiri di tengah saf mereka, bukan di depan37. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama yang membolehkan wanita menjadi imam38.

  • Permasalahan Ketiga: Apakah Wanita Mengeraskan Suara Saat Salat Berjamaah dengan Wanita?: Wanita harus mengeraskan suaranya dalam salat jahriyah (Maghrib, Isya, Subuh). Namun, jika ada laki-laki non-mahram yang dapat mendengarnya, dia tidak boleh mengeraskan suaranya39.


Bahasan VI: Posisi Wanita dalam Salat Jika Salat Bersama Laki-laki

  • Permasalahan Pertama: Posisi Wanita dengan Laki-laki dalam Salat: Para ulama sepakat bahwa jika wanita salat bersama laki-laki, mereka harus berada di saf paling belakang40. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyatakan bahwa saf laki-laki terbaik adalah yang paling depan, sedangkan saf wanita terbaik adalah yang paling belakang41.

  • Permasalahan Kedua: Saf Wanita di Samping Laki-laki dalam Salat:

    • Pendapat Pertama: Mayoritas ulama berpendapat bahwa salat laki-laki di samping wanita adalah sah42.

    • Pendapat Kedua: Mazhab Hanafi berpendapat bahwa salat laki-laki yang berada di samping, di belakang, atau sejajar dengan wanita menjadi batal43.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah bahwa salat laki-laki tidak batal jika berada di samping wanita44. Ini didasarkan pada hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Aisyah RA sering berada di samping atau di depan Nabi ﷺ saat beliau salat, dan salatnya tidak batal45454545.


Bahasan VII: Keluarnya Wanita ke Masjid untuk Salat Bersama Laki-laki

  • Permasalahan Pertama: Hukum Kehadiran Wanita di Masjid untuk Salat Jamaah: Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, tetapi mereka sepakat bahwa makruh bagi wanita muda untuk pergi ke masjid46.

    • Pendapat Pertama: Boleh bagi wanita tua untuk pergi ke masjid, asalkan tidak ada fitnah. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali47.

    • Pendapat Kedua: Makruh bagi wanita tua untuk pergi pada waktu salat Dhuhur, Asar, dan Maghrib48.

    • Pendapat Ketiga: Dilarang bagi wanita untuk pergi ke masjid secara mutlak. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafi belakangan49.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah bolehnya wanita pergi ke masjid, asalkan diizinkan oleh suami, berpakaian sopan dan tertutup, dan aman dari fitnah50. Salat wanita di rumahnya lebih utama, terutama di zaman sekarang yang banyak fitnah51.


Bahasan VIII: Hukum Salat Berjamaah Wanita Sendirian

  • Pendahuluan: Para ulama sepakat bahwa salat berjamaah tidak wajib bagi wanita52.

  • Hukum Salat Berjamaah Wanita Sendirian: Terdapat dua pendapat di kalangan ulama:

    • Pendapat Pertama: Disunahkan bagi wanita untuk salat berjamaah jika mereka berkumpul. Ini adalah pendapat mazhab Syafi'i dan Hanbali53.

    • Pendapat Kedua: Tidak disunahkan bagi mereka untuk melakukannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Maliki54.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah disunahkannya wanita untuk salat berjamaah dengan sesama wanita55. Hal ini didasarkan pada praktik beberapa sahabat wanita dan tidak adanya larangan yang sahih dari syariat56.


Bahasan IX: Apakah Wanita Mendapatkan Pahala Salat Berjamaah Jika Salat Bersama Laki-laki

  • Pendapat Pertama: Salat wanita di rumahnya sendirian lebih baik daripada salat berjamaah. Oleh karena itu, dia tidak mendapatkan pahala salat berjamaah seperti laki-laki. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali57.

  • Pendapat Kedua: Salatnya dengan berjamaah lebih utama daripada salatnya sendirian. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm58.

  • Tarjih: Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa pahala salat berjamaah yang berlipat ganda adalah khusus bagi laki-laki. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis yang secara eksplisit menyatakan bahwa salat wanita di rumahnya lebih utama daripada di masjid, bahkan di masjid Nabi ﷺ59.


Bahasan X: Salat Wanita dengan Laki-laki Ajnabi (Non-mahram)

  • Permasalahan Pertama: Salat Wanita Sendirian dengan Laki-laki Ajnabi: Para ulama sepakat bahwa tidak boleh bagi wanita salat sendirian dengan laki-laki ajnabi karena adanya larangan berkhalwat (berduaan)60.

  • Permasalahan Kedua: Salat Wanita Bersama Laki-laki Ajnabi:

    • Pendapat Pertama: Makruh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama61.

    • Pendapat Kedua: Boleh. Ini adalah pendapat yang sahih dari mazhab Syafi'i62.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah makruhnya salat wanita bersama laki-laki ajnabi karena adanya kekhawatiran fitnah63.


Bahasan XI: Sikap dan Gerakan Wanita dalam Salat

  • Pendapat Pertama: Wanita memiliki sikap dan gerakan salat yang sama dengan laki-laki. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafi'i, dan Zhahiriyah64.

  • Pendapat Kedua: Wanita berbeda dengan laki-laki dalam beberapa gerakan salat, seperti tidak menjauhkan anggota tubuhnya (saat sujud) dan merapatkan paha ke perut. Mereka berpendapat wanita melakukan apa yang paling menutupi tubuhnya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Hanbali65.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah bahwa salat wanita sama seperti salat laki-laki66. Tidak ada dalil sahih yang secara khusus membedakan sikap salat wanita. Namun, wanita tetap dianjurkan untuk menjaga kesopanan dan menutupi tubuhnya dengan sempurna selama salat67.


Bahasan XII: Cara Mengingatkan Ketika Ada Kekeliruan dalam Salat

  • Masalah: Jika seorang wanita mengalami kesalahan atau perlu mengingatkan imam, bagaimana cara dia melakukannya?

  • Pendapat Pertama: Wanita menepuk tangan. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali68.

  • Pendapat Kedua: Wanita bertasbih (mengucapkan Subhanallah). Ini adalah pendapat mazhab Maliki69.

  • Pendapat Ketiga: Boleh bertasbih dan menepuk tangan. Ini adalah pendapat mazhab Zhahiriyah70.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah wanita menepuk tangan, sesuai dengan hadis yang secara eksplisit membedakan antara laki-laki dan wanita dalam hal ini71717171.


Bahasan XIII: Hukum Terkait Salat Wanita yang Sedang Haid

  • Pendahuluan: Para fuqaha (ahli fikih) sepakat bahwa salat seorang wanita yang sedang haid tidak sah, dan dia tidak wajib mengqada salat yang ditinggalkan selama masa haid72.

  • Permasalahan Pertama: Bersuci Setelah Haid Sebelum Waktu Salat Berakhir:

    • Pendapat Pertama: Kewajiban salat baru berlaku jika dia memiliki waktu yang cukup untuk mandi dan salat sebelum waktu salat berakhir73. Ini adalah pendapat mazhab Maliki, Syafi'i, dan Al-Auza'i.

    • Pendapat Kedua: Kewajiban salat berlaku sejak dia suci, bahkan jika waktu yang tersisa hanya cukup untuk takbiratul ihram. Ini adalah pendapat mazhab Hanbali, Al-Tsauri, dan Qatadah75.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah pendapat kedua76.

  • Permasalahan Kedua: Kewajiban Mengqada Salat yang Dapat Dijamak (Digabungkan): Jika wanita suci di waktu Asar atau Isya, apakah dia wajib mengqada salat Dhuhur atau Maghrib juga?

    • Pendapat Pertama: Wajib mengqada salat yang digabungkan bersamanya (Dhuhur dengan Asar, Maghrib dengan Isya)77.

    • Pendapat Kedua: Hanya wajib salat pada waktu dia suci (yaitu Asar atau Isya). Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan Zhahiriyah78.

  • Tarjih: Pendapat yang paling kuat adalah pendapat kedua79.


Penutup

  1. Wanita memiliki kewajiban syariat yang sama dengan laki-laki, kecuali jika ada dalil yang mengkhususkannya80.

  2. Disunahkan bagi wanita untuk menutup seluruh tubuhnya dalam salat, kecuali wajah81.

  3. Tidak disyariatkan bagi wanita untuk adzan dan iqamah82.

  4. Tidak diperbolehkan bagi wanita untuk menjadi imam bagi laki-laki83.

  5. Boleh bagi wanita untuk menjadi imam bagi wanita lain, dan dia berdiri di tengah saf84.

  6. Sikap dan gerakan salat wanita sama dengan laki-laki85.

  7. Wanita yang melakukan kesalahan dalam salat harus menepuk tangan86.

  8. Salat terbaik bagi wanita adalah di rumahnya sendirian87.


Post a Comment

0 Comments