"Jikalau jasadmu jauh dari harap yang kau pinta, setidaknya hatimu
jangan jauh dari Rabb tempat meminta. Jangan bersedih, ingat saja bahwa
hadiah Sang maha indah hanya untuk mereka yang lelah"
Pria itu menutup lipatan kertas tisu yang ia pungut di sudut mesjid. Ia melirik kanan kiri. Harapnya ada satu dua orang yang ternyata meninggalkan kertas tisu tersebut. Namun, ini malam. Masjid kecil di tepi jalan lintas Sumatera hanya meninggalkan sepi tak berpenghuni. Akhirnya pria itu mengantongi kertas tisu tersebut, kemudian bersiap untuk tidur.
4 rekan pria itu sudah pada posisi mereka, kain panjang yg mereka siapkan sudah terbentang. sarung coklat bercorak batik khas daerah mereka sudah membungkus setengah badan mereka.
Sedang pria itu, telapak tangan kanannya sudah menopang pipinya. Bersiap untuk melafalkan dzikir dzikir sebelum tidur yang atas nikmat Allah rutin ia kerjakan. Namun, ia masih terdiam, matanya kosong. Pikirannya terhenti pada kertas tisu yang baru saja ia temukan. Goresan tangan yang sungguh tak rapi tadi sudah menyesakkan hati dan pikirannya.
"siapa pula manusia yang menulis kalimat kalimat Seindah itu? Apa yang tengah terjadi pada manusia tersebut?" pikiran pria itu mulai berselancar dengan ragam pertanyaan. Ia mengamini setiap kata yang tergores di kertas tisu tersebut.
"benar sekali, banyak manusia lupa dengan Dzat yang ia pinta. Ia hanya fokus bagaimana segala harap yang sudah ia damba terwujud sesuai khayalnya. Padahal ia tahu, ketika Dzat yang ia pinta memberi jaminan pengkabulan setiap doa, Dzat tersebut mengikatnya dengan sikap mendengar dan taat yang harus dimiliki setiap penengadah doa. Dan manusia itu, tahu tentang itu. Aduhaai, sungguh terkadang kerinduan pada mimpi yang dikhayalkan, membuat manusia lupa akan pengorbanan yang harus ada di setiap usaha." pria itu mulai meracau. Ia fasih sekali memikirkan hal itu. Seakan tulisan di kertas tisu tadi salah tulisannya, yang hanya ia yang tahu maksudnya.
Kemudian, pandangan pria itu mulai kabur. Suara jangkrik yang dominan mengalahkan suara kendaraan yang lalu lalang setiap 10 menit. Ia tertidur setelah berkendara selama 9 jam. Di sebuah jalanan sepi lintas Sumatera. Jalur Bengkulu-Palembang.
Pria itu menutup lipatan kertas tisu yang ia pungut di sudut mesjid. Ia melirik kanan kiri. Harapnya ada satu dua orang yang ternyata meninggalkan kertas tisu tersebut. Namun, ini malam. Masjid kecil di tepi jalan lintas Sumatera hanya meninggalkan sepi tak berpenghuni. Akhirnya pria itu mengantongi kertas tisu tersebut, kemudian bersiap untuk tidur.
4 rekan pria itu sudah pada posisi mereka, kain panjang yg mereka siapkan sudah terbentang. sarung coklat bercorak batik khas daerah mereka sudah membungkus setengah badan mereka.
Sedang pria itu, telapak tangan kanannya sudah menopang pipinya. Bersiap untuk melafalkan dzikir dzikir sebelum tidur yang atas nikmat Allah rutin ia kerjakan. Namun, ia masih terdiam, matanya kosong. Pikirannya terhenti pada kertas tisu yang baru saja ia temukan. Goresan tangan yang sungguh tak rapi tadi sudah menyesakkan hati dan pikirannya.
"siapa pula manusia yang menulis kalimat kalimat Seindah itu? Apa yang tengah terjadi pada manusia tersebut?" pikiran pria itu mulai berselancar dengan ragam pertanyaan. Ia mengamini setiap kata yang tergores di kertas tisu tersebut.
"benar sekali, banyak manusia lupa dengan Dzat yang ia pinta. Ia hanya fokus bagaimana segala harap yang sudah ia damba terwujud sesuai khayalnya. Padahal ia tahu, ketika Dzat yang ia pinta memberi jaminan pengkabulan setiap doa, Dzat tersebut mengikatnya dengan sikap mendengar dan taat yang harus dimiliki setiap penengadah doa. Dan manusia itu, tahu tentang itu. Aduhaai, sungguh terkadang kerinduan pada mimpi yang dikhayalkan, membuat manusia lupa akan pengorbanan yang harus ada di setiap usaha." pria itu mulai meracau. Ia fasih sekali memikirkan hal itu. Seakan tulisan di kertas tisu tadi salah tulisannya, yang hanya ia yang tahu maksudnya.
Kemudian, pandangan pria itu mulai kabur. Suara jangkrik yang dominan mengalahkan suara kendaraan yang lalu lalang setiap 10 menit. Ia tertidur setelah berkendara selama 9 jam. Di sebuah jalanan sepi lintas Sumatera. Jalur Bengkulu-Palembang.
0 Comments