Aqiqah, hukum dan syarat syaratnya


Aqiqah adalah : sembelihan yang disembelih atas kelahiran seorang anak dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat anak. 

Jumhur para ulama menyatakan bahwa hukumnya adalah Sunnah muakkadah. 

 وهي كما قال صلى الله عليه وسلم: عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة. رواه الترمذي (١٥١٦) والنسائي (٤٢١٧) وصححه الألباني في الإرواء (٤/٣٩١)

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : untuk anak laki laki dua ekor kambing. (HR. Tirmidzi no. 1516. An Nasai no. 4217. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa 4/391.) 

Dan disyaratkan dalam segi umur hewan aqiqah, persis seperti syarat dalam hewan sembelihan, baik untuk domba maupun kambing.

Untuk Domba disyaratkan yang sudah berumur 6 bulan atau lebih. 

Sedangkan kambing, disyaratkan yang sudah berumur 1 tahun atau lebih.

Tidak boleh dijual sedikitpun dari dagingnya, kulitnya dan apapun darinya. 

Disyaratkan pula untuk menjauhi aib aib hewan aqiqah sebagaimana hewan sembelihan.  

Seperti hewan buta yang jelas kebutaannya. 

Atau hewan pincang yang jelas pincangnya.

Atau hewan pesakitanyang tampak jelas sakitnya, dan kurus. 

Hitungan Waktu menyembelih aqiqah dimulai dari keluarnya anak dari rahim ibunya. 

Maka, tidak boleh aqiqah sebelum itu.  

Disunnahkan untuk melaksanakan aqiqah di hari ke tujuh, apabila tidak bisa maka hari ke 14.

Apabila tetap tidak bisa, maka pindah ke hari 21. Dan hari kelahiran juga masuk dalam hitungan tujuh hari. Tidak dihitung malam jika si anak lahir di malam hari. 

Akan tetapi, dihitung mulai dari hari esoknya. 


قال عليه وسلم :كل غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويسمى فيه ويحلق رأسه. (رواه الترميذي ١٥١٦ والنسائي ٤٢١٧ وصححه الألباني في الارواء ٤/٣١٩)


Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda : setiap anak tergadai dengan aqiqahnya. Orang tuanya menyembelih untuknya di hari ketujuh kelahirannya. Dia diberi nama di hari tersebut, dan rambutnya digundulkan. (HR.Tirmidzi no.1516 dan An Nasai no.4217 dan disahihkan oleh Al Albani dalam Al Irwa 4/319). 

Daging sembelihan aqiqah itu untuk dimakan, dihadiahkan, atau disedekahkan.

Tidak ada dalil yang menghususkan pembagian tertentu, maka bagaimanapun cara pembagiannya, maka boleh.

Diperbolehkan untuk membagikan aqiqah dalam bentuk daging mentah maupun sudah dimasak, dan dimasak lebih afdal sebagai bentuk menyempurnakan rasa syukur atas segala nikmat.

Post a Comment

0 Comments