HINGGA AKHIR WAKTU

Di antara kelam dan dinginnya malam, di antara riuh rendah adik adik yang tengah berpacu melantunkan Kalam Rabbul izzati wal jalalah. Aku menulis.

Saudaraku. boleh aku ajak kau bercerita sejenak? sebentar saja.

Aku mulai dari hari dimana media sosial kita menjadi ramai dengan ucapan kerinduan tentang Ramadan. "Oh, menunggu pertemuan adalah bahasa halus dari sakitnya kerinduan" tulis seorang rekan. "sepertinya Ramadan kita tahun ini akan berbeda" tulis seorang lagi yang nama kontaknya kau tulis friend.

Apa kau masih ingat hari itu? disaat do'a do'a kita bersatu padu dalam kalimat yang satu : allahumma ballighna ramadhan. lalu setiap kita mulai menerka apa kiranya misi yang harus dituntaskan selama bulan ramadan. Poster poster tentang tata cara khatam Alquran sekian kali selama bulan Ramadan berseliweran, tulisan tulisan motivasi untuk giat beramal di bulan mulia ini pun tersebar luas dari satu teman ke teman yang lain. berharap dalam salah satu diksi, ada jiwa yang tersontak untuk kemudian bangkit memacu kuda amalan di lintasan pacu ketakwaaan.

Aku harap kau tak lupa segala euforia penungguan penuh harap tersebut.

Kemudian, saudaraku. kita masuk pada bulan kemulian tersebut. Kita beruntung dapat bertemu tamu teristimewa tersebut. sejak hilal Ramadan petang itu muncul, Shalihin (oarang orang shaleh) mulai memacu amalan mereka. majlis sejenak terhenti, berganti dengan lantunan Alquran nan suci. Muttaqin (Orang orang bertaqwa) mulai was-was, mewanti tiap detik agar tak ada yang terlewat tanpa amalan ketaatan.

pada hari hari itu di mana kita diantara mereka?

15 Ramadan. Aku dan kau sama sama melihat, bagaimana pertengahan bulan menjelang, bagaimana bulan membundar. Setengah kemuliaan sudah berlalu, dan kita? masih berjalan di tempat. bahkan sebagian kita tertipu dengan amalan yang sedikit. merasa sudah lelah, lalu mengambil pembaringan untuk rebahan.

Seminggu kemudian, semenjak zabarghan mulai kembali pada bentuk tsabitnya...dan Ramadan sudah mendekati pelabuhan, Dunia mlah menyibukkan kita. kita mulai panik tentang persiapan lebaran. baju baru yang belum terbeli, kue kering yang belum terbuat, dan seabrek kesibukan lain yang sejatinya semakin menjauhkan kita dari ketaatan.

Hingga, sampailah kita pada hari ini.

Hari dimana raut gembira sebagian kita mulai tampak, sedang raut wajah muttaqin mulai murung. Mereka bukan tak senang dengan datangnya hari iedul fithri, namun mereka tahu, di balik kegembiraan tersebut ada harta besar yang mau tidak mau harus dilepas. ya, mereka paham akan kepergian ramadan.

Saudaraku, aku tak ingin memilih kata kata paling menyakitkan untuk aku sampaikan kepadamu. aku tak ingin menggunakan diksi intimidasi agar senyum sumringahmu seketika sirna, aku tak ingin begitu, toh, kita sama sama muqossir, sama sama lalai.

Yang ingin aku sampaikan hanyalah salam kepergian Ramadan yang sudah berdiri di buritan kapal. Menatap kita dengan wajah yang berbeda beda. pada manusia yang berjuang kuat dalam keta'atan, ia sumringah. pada manusia yang lalai dan mengabai, ia bersedih. Apakah kiranya ia harus mengabarkan segala kelalaian tersebut?

Tak banyak yang bisa aku tuliskan di sini. menasehati perkara ini merupakan perkara besar dan berat bagiku. mengapa? karena kelalaian yang sama sama kita terbuai olehnya, kita lalai dari berjuang habis habisan di bulan ini, kita lalai dari memanfaatkan setaip detik di bulan ini.

Akan tetapi saudaraku, sungguh Allah adalah dzzat yang maha mengetahui. ia tahu seberapa usaha kita dalam memaksimalkan amalan di bulan ini, ia tahu hal perihal yang menjadi penghalang kita dari satu pekerjaan, ia tahu segalanya.

Jadi yang kita butuhkan hanyalah kejujuran dalam beramal. Jujur kepada Allah, jujur kepada diri sendiri. Semoga saja Allah mengampuni setiap kelalaian kita.

Hingga pada akhir waktu, kita berpisah dengan Ramadan. Menatap kepergian mentari senja 30 Ramadan di bawah semarak ria malam takbiran. bergembira sekaligus bersedih. Dengan harap pengkabulan atas setiap amalan dan pengampunan atas segala kesalahan.







Post a Comment

0 Comments