Menjadi spesialis, generalis atau versatilis?
Secara ringkasnya, Generalis adalah seorang yang mengerti akan banyak hal tetapi tidak mengerti hal-hal tersebut secara lebih spesifik. Orang yang generalis mempunyai wawasan yang luas tetapi tidak dalam, dalam artian tidak memerlukan analisa terhadap suatu pengetahuan. Seorang yang generalis hanya sebatas mengetahui suatu hal saja, tidak mempelajari atau mengkajinya lebih dalam.
Adapun Spesialis, ia adalah seseorang yang mempunyai keahlian khusus dalam sebuah bidang yang di peroleh dari pelatihan khusus/pendidikan khusus. Orang spesialis mempunyai wawasan yang mana wawasan itu lebih dia dalami dan pelajari lagi, sehingga dia pun menjadi spesialis dalam bidang yang dia kaji dan pelajari itu.
Sedangkan Versatilis, adalah jenis orang yang mengerti akan banyak hal dan dia mengerti secara spesifik terhadap hal yang dia mengerti dan ketahui itu. Yang mana semuanya itu diperoles dari proses yang panjang. Yang mana orang versatilis dalam mengetahui suatu hal dia akan mengkaji lebih dalam akan hal itu. Orang-orang versatilis akan berusaha mencari tahu secara lebih detail terhadap suatu hal dan menganalisis akan hal itu.
Dengan modal pengalaman, skill, kompetensi dan sertifikasi spesialis semua orang dapat menjadi seorang Versatilis.
Untuk yang kedua, dunia ilmu agama mengenalnya dengan istilah mutakhassis.
Dan yang terakhir, adalah macam model orang yang sangat langka dan bahkan hampir bisa dikatakan tiada, dunia ilmu agama menyebutnya ; Syaikhul Islam.
Lantas? mana yang lebih baik? Menjadi seorang spesialis atau generalis?
Bagi kami, seperti yang dinasehati salah salah sorang syaikh kepada kami ;
إذا أردت أن تنفع الناس أكثر فالتكن متخصصا.
"Kalo ente mau bermanfaat besar buat orang banyak, jadilah spesialis"
And that's what i chose.
BTW, tulisan ini kami mulai setelah kami teringat ucapan salah satu guru pesantren kami dahulu, dalam salah satu mata pelajaran, beliau menuturkan :
"Mengetahui banyak dari sedikit lebih baik dari pada mengetahui sedikit dari banyak"
Dalam dunia ilmu, seorang pelajar dituntut untuk mengetahui bakat dan minatnya dalam satu mata pelajaran, tujuannya? agar bisa terfokus dan kelak bermanfaat lebih di bidang yang menjadi spesialisnya.
Syaikh Shalih Al-Ushaimi mengatakan dalam kitab ringkas beliau tentang pengangungan ilmu :
الحرص على ينفع، فمتى وفق العبد إلى ما ينفعه حـرص عليه
"bersemangat dalam hal-hal yang bermanfaat. Siapaun dari hamba yang diberi taufik untuk berada di jalan kebermanfaatan hendaknya memaksimalkan seluruh usahanya untuk hal tersebut"
Hal ini tampak jelas sebagai motivasi agar menjadi seorang yang ahli dalam satu hal. Agar maksimal dalam memberi manfaat.
Namun, sebelum seorang pelajar masuk ke dunia spesialis, ada baiknya ia menjadi seorang generalis. Tujuannya apa? untuk membaca arah minat dan kecondongan masing masing individu, sehingga ketika sudah didapatkan, barulah ia memulai langkah spesialisnya.
Dan tentu saja, tak ada seorang spesialispun yang tak melewati fase general ini.
Bagaimana kalau saya memilih menjadi seorang generalis?
It's ok, laka ma turiid.
Kalo tetap ingin luas dalam pengetahuan, gabungkan anatra general dan spesial. Artinya, kamu mengetahui banyak hal dan mendalam pada salah satu hal tersebut.
Dalam dunia dakwah, khususnya hari ini. Yang amat sangat dibutuhkan ummat adalah seorang spesialis. Sehingga ummat tau kemana hendak bertanya ketika terbentur pada satu masalah.
Seorang dai, atau mungkin calon dai, hendaknya membaca peta diri dan masyarakat. Ia harus tahu, mana bidang yang menjadi passionnya, sehingga ia benar benar bisa mengerahkan seluruh effortnya untuk hal tersebut, untuk kemudian ia memberikan hal yang paling bermanfaat buat ummat.
Jangan memaksakan diri untuk menjadi generalis spesialis ketika kita bisa menjadi spesialis. Seekor ikan tak akan hebat jika diminta untuk memanjat, akan tetapi ketika ia diminta untuk berenang, he is winner. Dia ahlinya.
Pun, dalam Parenting Nabawi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat membaca keahlian para sahabatnya, sehingga seorang ahli perang tidak diminta untuk menajdi penghakfal hadis, begitu juga sebaliknya.
Ini dinamakan membaca peta diri. Syaikh Shalih Al-Ushaimi menasehati : "hal yang paling sering dilupakan para pelajar hari ini padahal ia sangat penting : yaitu ma'rifatllah dan ma'rifatunafs. Mengenal Allah dan mengenal diri.
Pada akhirnya, pilihan untuk menjadi Generalis atau spesialis adlaah tentang kebermanfaatan, jika pada salah satunya ada kebermnafaatan yang lebih besar, maka jadilah.
ssst, ada rahasia buat jadi orang paling bermanfaat:
1. Pahami diri (that what i call "bakat"), terus...
2. Pahami masyarakat,
Jazakallahu khairan. DANKE.
Huzaifah Ali Akbar.
20 November 2020.
Secara ringkasnya, Generalis adalah seorang yang mengerti akan banyak hal tetapi tidak mengerti hal-hal tersebut secara lebih spesifik. Orang yang generalis mempunyai wawasan yang luas tetapi tidak dalam, dalam artian tidak memerlukan analisa terhadap suatu pengetahuan. Seorang yang generalis hanya sebatas mengetahui suatu hal saja, tidak mempelajari atau mengkajinya lebih dalam.
Adapun Spesialis, ia adalah seseorang yang mempunyai keahlian khusus dalam sebuah bidang yang di peroleh dari pelatihan khusus/pendidikan khusus. Orang spesialis mempunyai wawasan yang mana wawasan itu lebih dia dalami dan pelajari lagi, sehingga dia pun menjadi spesialis dalam bidang yang dia kaji dan pelajari itu.
Sedangkan Versatilis, adalah jenis orang yang mengerti akan banyak hal dan dia mengerti secara spesifik terhadap hal yang dia mengerti dan ketahui itu. Yang mana semuanya itu diperoles dari proses yang panjang. Yang mana orang versatilis dalam mengetahui suatu hal dia akan mengkaji lebih dalam akan hal itu. Orang-orang versatilis akan berusaha mencari tahu secara lebih detail terhadap suatu hal dan menganalisis akan hal itu.
Dengan modal pengalaman, skill, kompetensi dan sertifikasi spesialis semua orang dapat menjadi seorang Versatilis.
Untuk yang kedua, dunia ilmu agama mengenalnya dengan istilah mutakhassis.
Dan yang terakhir, adalah macam model orang yang sangat langka dan bahkan hampir bisa dikatakan tiada, dunia ilmu agama menyebutnya ; Syaikhul Islam.
Lantas? mana yang lebih baik? Menjadi seorang spesialis atau generalis?
Bagi kami, seperti yang dinasehati salah salah sorang syaikh kepada kami ;
إذا أردت أن تنفع الناس أكثر فالتكن متخصصا.
"Kalo ente mau bermanfaat besar buat orang banyak, jadilah spesialis"
And that's what i chose.
BTW, tulisan ini kami mulai setelah kami teringat ucapan salah satu guru pesantren kami dahulu, dalam salah satu mata pelajaran, beliau menuturkan :
"Mengetahui banyak dari sedikit lebih baik dari pada mengetahui sedikit dari banyak"
Dalam dunia ilmu, seorang pelajar dituntut untuk mengetahui bakat dan minatnya dalam satu mata pelajaran, tujuannya? agar bisa terfokus dan kelak bermanfaat lebih di bidang yang menjadi spesialisnya.
Syaikh Shalih Al-Ushaimi mengatakan dalam kitab ringkas beliau tentang pengangungan ilmu :
الحرص على ينفع، فمتى وفق العبد إلى ما ينفعه حـرص عليه
"bersemangat dalam hal-hal yang bermanfaat. Siapaun dari hamba yang diberi taufik untuk berada di jalan kebermanfaatan hendaknya memaksimalkan seluruh usahanya untuk hal tersebut"
Hal ini tampak jelas sebagai motivasi agar menjadi seorang yang ahli dalam satu hal. Agar maksimal dalam memberi manfaat.
Namun, sebelum seorang pelajar masuk ke dunia spesialis, ada baiknya ia menjadi seorang generalis. Tujuannya apa? untuk membaca arah minat dan kecondongan masing masing individu, sehingga ketika sudah didapatkan, barulah ia memulai langkah spesialisnya.
Dan tentu saja, tak ada seorang spesialispun yang tak melewati fase general ini.
Bagaimana kalau saya memilih menjadi seorang generalis?
It's ok, laka ma turiid.
Kalo tetap ingin luas dalam pengetahuan, gabungkan anatra general dan spesial. Artinya, kamu mengetahui banyak hal dan mendalam pada salah satu hal tersebut.
Dalam dunia dakwah, khususnya hari ini. Yang amat sangat dibutuhkan ummat adalah seorang spesialis. Sehingga ummat tau kemana hendak bertanya ketika terbentur pada satu masalah.
Seorang dai, atau mungkin calon dai, hendaknya membaca peta diri dan masyarakat. Ia harus tahu, mana bidang yang menjadi passionnya, sehingga ia benar benar bisa mengerahkan seluruh effortnya untuk hal tersebut, untuk kemudian ia memberikan hal yang paling bermanfaat buat ummat.
Jangan memaksakan diri untuk menjadi generalis spesialis ketika kita bisa menjadi spesialis. Seekor ikan tak akan hebat jika diminta untuk memanjat, akan tetapi ketika ia diminta untuk berenang, he is winner. Dia ahlinya.
Pun, dalam Parenting Nabawi, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat membaca keahlian para sahabatnya, sehingga seorang ahli perang tidak diminta untuk menajdi penghakfal hadis, begitu juga sebaliknya.
Ini dinamakan membaca peta diri. Syaikh Shalih Al-Ushaimi menasehati : "hal yang paling sering dilupakan para pelajar hari ini padahal ia sangat penting : yaitu ma'rifatllah dan ma'rifatunafs. Mengenal Allah dan mengenal diri.
Pada akhirnya, pilihan untuk menjadi Generalis atau spesialis adlaah tentang kebermanfaatan, jika pada salah satunya ada kebermnafaatan yang lebih besar, maka jadilah.
ssst, ada rahasia buat jadi orang paling bermanfaat:
1. Pahami diri (that what i call "bakat"), terus...
2. Pahami masyarakat,
Jazakallahu khairan. DANKE.
Huzaifah Ali Akbar.
20 November 2020.
0 Comments