AGAR JALAN TAK PINCANG

 
Bak satu keyakinan tentang air itu adalah benda cair, pengetahuan akan sosialnya jiwa setiap manusia merupakan hal pasti yang dimengerti seluruhnya. Maka, oleh karena manusia merupakan makhluk sosial secara tabiatnya, butuhlah ia pada orang orang yang dapat bergaul dengannya. Menyelaraskan arah langkah, menyatukan cerita, memajukan visi. Terlebih mereka mereka yang menasabkan diri kepada ilmu. bagi orang seperti mereka, berjalan sendiri adlah satu kepincangan.

Syaikh Sholeh Al Ushaimi menyebutkan dalam kitab pengangungan ilmunya, bahwa seorang Thalibul ilmi harus memiliki teman teman yang dapat menopangnya dan mendorongnya dalam menuntut ilmu. Bukan apa apa, pernyataan beliau ini keluar setelah melewati ragam uji dalam menununtut ilmu. Sehingga ditariklah kesimpulan bahwa, thalibul ilmi harusnya memiliki teman teman yang dapat menjadi supporting system dalam menunutul ilmu. 

Pertemanan dalam menuntut ilmu -jika selamat dari keburukan- akan memberi manfaat dalam mencapai tujuan.

Dan tidak elok keadaan orang yang mencari kemuliaan kecuali dengan memilih teman yang baik, yang akan membantunya (untuk meraih tujuan), karena sesungguhnya seorang teman itu bisa memberikan pengaruh dan bekas kepada teman yang lainnya.

Abu Daud dan Tirmidzi berkata -konteks kalimatnya milik Abu Daud-: “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basyaar, menceritakan kepada kami Abu ‘Amir dan Abu Daud, mereka berdua berkata: “Telah menceritakan kepada kami Zuhair ibn Muhammad, beliau berkata: “Telah menceritakan kepada kami Musa ibn Wardan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang itu tergantung kepada agama temannya, maka perhatikanlah oleh salah seorang dari kalian siapa yang ia jadikan teman[1]”.

Ar-Raghib Al-Ashfahaany berkata: “Seorang teman tidak hanya bisa mempengaruhi temannya dengan perkataan dan perbuatan saja, bahkan hanya sekedar memandangnya pun bisa berpengaruh”.

“Janganlah berteman dengan orang yang pemalas dalam setiap keadaannya

betapa banyak orang yang baik menjadi rusak karena kerusakan darinya.

penyakit orang yang bodoh cepat menular kepada orang yang pintar lainnya

seperti bara api yang padam ketika diletakkan di atas sisa abu perapian”.

Al jaliid (orang yang pintar) adalah yang bersungguh-sungguh dan memiliki tekad yang kuat.

Dan sesungguhnya seseorang dipilih lalu dijadikan sebagai teman bukan untuk memperalatnya atau sekedar menikmati (bantuannya), akan tetapi sesungguhnya ikatan pertemanan itu dibentuk karena tiga tujuan berikut:

Al-Faadhilah (keutamaan/kemuliaan)
Al-Manfa’ah (kebermanfaatan),
Alladzzah (penikmatan),

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh guru dari para guru kami, Muhammad Al-Khadir bin Husain At-tuuniisy di dalam kitab “Rasaailul ishlaah”, maka pilihlah orang yang mulia sebagai temanmu, karena dengannya nanti engkau akan dikenali.

Ibnu Mas’udh Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nilailah seorang laki-laki dari siapa temannya, karena sesungguhnya seseorang itu berteman dengan orang yang semisal dengannya”.

Abul Fath Al-Bhustiiy mendendangkan sebuah syair untuk dirinya:


“Jika engkau (wahai diriku) berpura-pura (berteman) dengan seseorang

jadilah warna yang mulia dan bersih keturunannya

maka seseorang akan menjadi rendah dan buruk sebagaimana sebatang pohon (lapuk)

yang tidak bisa diharapkan darinya buah atau pun kayu bakar”.


Ibnu Maani’ rahimahullahu berkata di dalam kitab “Irsyaadut thullab” tatkala beliau menasehati para penuntut ilmu: “Dan sangat berhati-hatilah kalian dari bergaul dengan orang-orang yang bodoh, yang gemar bercanda, yang suka lancang, yang buruk dan sum’ah (suka didengar), yang pandir dan dungu, sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah sebab terhalang dari ilmu dan kesengsaraan seseorang”.

Dan sepertinya inilah inti dari perkataan Sufyan ibn ‘Uyainah: “Sunguh terkadang aku urung untuk menyebutkan suatu hadits yang gharib (hadits yang sedikit/asing periwayatannya) disebabkan adanya seorang laki-laki yang dungu di antara teman dudukku”.

Terkadang seseorang terhalang dari suatu ilmu dikarenakan temannya, maka perhatikanlah perkara ini -meskipun ia berpakaian dengan pakaian ilmu- sesungguhnya ia hanya akan merusakmu meskipun engkau tidak menyadarinya.

[1]Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (4833), Tirmizy (2378), Ahmad (8398), dan lafaznya milik beliau.








Post a Comment

0 Comments