TERIMA KASIH CINTA



Sajak 

Ombang ambing, gulung-menggulung.

Biru membahana, mengaum penuh ancam.

Putih mengerikan, menelan tanpa ampun.

Sedari tadi, anak kecil berlaluan.

Menyambut bengis dengan senyum paling manis.

hawa mentawai, sudah menusuk. Membuat rasa penasaran kian merasuk.

Jejak kaki, diantara ribuan lalu lalang sudah menapak,

lalu, dengan cekatan masuk merombak.

Tangan perkasa, melambai mesra, berharap akan ada dua tiga barang menyangkut di bahu.

"mari sini" semburat kata mengejutkan.

Kemudian, lalu lalang itu berubah menjadi lenggang.

Angin semilir, roda pedati, dan sekian rasa untuk terus menjejaki.

hingga, sampai pula di rumah teduh ini.

Mentawai, antara rindu dan ragu. 

Antara sagu dan sendu harap ingin bertemu.

Ia menjamu dengan cinta, dengan sederhana.

Kalau temu adalah kata, maka Mentawai ialah sajak terindah yg pernah terangkai. 


Goresan anak pensil di kertas yang menguning.

Ialah sajak yang aku rangkai bersama ombak yg mengguncang, menabuh lambung, melepas semua pancang yang terpancang. 

Hari itu, ada gemuruh di tempat mentawai fast berlabuh.

Ada gusar, tentang bagaimana langkah kaki dapat menjauh.

Sejuta pikir, apakah kaki ini kuat untuk menapak? Atau kuatkan hati untuk menjejak?

Seketika, peluk hangat menjadi penguat. Senyum lebar menjadi alat untuk bersabar.

Laksana pelangi seusai hujan ketakutan yang membasahi, kami disambut dengan hati.

Aduhai, syahdan tak bisa aku jadikan mula di awal cerita.

Karena sungguh, hari yang lalu, adalah mimpi yang diharap tak akan berlalu.

Gemerlap bintang di malam yang kelam.

Sikerei yang berdendang, menari di kawah api.

Aku akan kembali.  

Walau tak pernah menyana akan mendatangi.

Aku akan berjanji.

Walau tak pernah tersurat suka dalam hati.



Sura. Terima kasih hatinya.

https://t.me/tulisanfakir

Post a Comment

0 Comments