Jadi, begini ceritanya.
Ia adalah seorang pria yang baru saja menyelesaikan liburnya, dan ia harus kembali ke kotanya untuk melanjutkan kehidupan seperti biasa.
Di pesawat, pada ketinggian sekian ribu kaki. Ia duduk berdampingan dengan seorang wanita tua yang berprofesi sebagai petani. Sepertinya itu adalah penerbangan pertama dia.
Sebagaimana umumnya di setiap penerbangan, awak pesawat (pramugara/i) menyiapkan hidangan ringan untuk dinikmati penumpang selama perjalanan. Saat itu, bersama beberapa makanan lain, diberikan pula sepotong manisan (permen) berwarna putih.
Wanita tua itu membuka bungkus manisan itu dan memakannya bersama dengan roti, ia mengira sesuatu yang berwarna putih itu adalah keju yang biasa dimakan sebagai perasa buat roti yang tawar. Ia tak tahu, yang penting warnanya sama sama putih.
Seketika, ia mengernyitkan dahinya, menahan rasa yang tak disangka lidah. "ini permen" ungkapnya dalam hati sambil melirik sedikit ke arah pria yang duduk disampingnya. Ia malu.
Si pria, ia melihat kejadian itu. Dengan sigap ia bersikap biasa saja, tak tau apa apa. Ia memilih melihat lihat kumpulan awan yang persis berada di sebaik jendela tempat ia duduk.
Beberapa saat kemudian, ia meraih bungkus permen putih itu dan memakannya bersama dengan sepotong roti. Persis seperti apa yang dilakukan wanita tua tadi.
Si wanita tua itu tertawa. Sedangkan pria itu melihat ke arah wanita tersebut sambil berkata "ibu kenapa ndak bilang kalo ini permen, saya kira ini keju".
Wajah si ibu berubah tenang. Merasa ada yang sama seperti dia. "iya, saya juga kiranya begitu tadi"
Padahal, pria itu tau pasti apa yang dimakannya. Padahal pertemuan itu hanyalah sebatas perjalanan singkat dan mereka akan berpisah. Kenapa pula ia begitu?
Al imam Sufyan Ats-Tasuri berkata :
ما رأيت عبادة عبادة أعظم وأجل من جبر الخواطر
Tidaklah Ada sebuah ibadah yang mulia melebihi jabrul khawatir (menenangkan pikiran seseorang yang kalut, - pent)
Benarlah, menghilangkan gangguan dari pikiran dan perasaan seorang muslim tak jauh berbeda dari menghilangkan gangguan dari jalanan mereka.
Pria tadi, bisa saja berkata sambil tertawa pada ibu itu "itu permen bu, bukan keju". Tapi ia memilih untuk diam, tidak berkomentar. Malah membalikkan keadaan sehingga si ibu tenang dan terasa malu.
Khuluqun adzhim. Menjaga perasaan seseorang. Betapa indahnya islam.
Maka, tebarkanlah ketenangan di hati hati manusia. Susun dan perhatikan setiap kata kata yang terlontar. Berlemah lembutlah dalam setiap perbuatan, jangan sakiti Seorang pun.
Karena hidup ini adalah perjalanan. Kita akan pergi, dan kenangan akan abadi.
Ia adalah seorang pria yang baru saja menyelesaikan liburnya, dan ia harus kembali ke kotanya untuk melanjutkan kehidupan seperti biasa.
Di pesawat, pada ketinggian sekian ribu kaki. Ia duduk berdampingan dengan seorang wanita tua yang berprofesi sebagai petani. Sepertinya itu adalah penerbangan pertama dia.
Sebagaimana umumnya di setiap penerbangan, awak pesawat (pramugara/i) menyiapkan hidangan ringan untuk dinikmati penumpang selama perjalanan. Saat itu, bersama beberapa makanan lain, diberikan pula sepotong manisan (permen) berwarna putih.
Wanita tua itu membuka bungkus manisan itu dan memakannya bersama dengan roti, ia mengira sesuatu yang berwarna putih itu adalah keju yang biasa dimakan sebagai perasa buat roti yang tawar. Ia tak tahu, yang penting warnanya sama sama putih.
Seketika, ia mengernyitkan dahinya, menahan rasa yang tak disangka lidah. "ini permen" ungkapnya dalam hati sambil melirik sedikit ke arah pria yang duduk disampingnya. Ia malu.
Si pria, ia melihat kejadian itu. Dengan sigap ia bersikap biasa saja, tak tau apa apa. Ia memilih melihat lihat kumpulan awan yang persis berada di sebaik jendela tempat ia duduk.
Beberapa saat kemudian, ia meraih bungkus permen putih itu dan memakannya bersama dengan sepotong roti. Persis seperti apa yang dilakukan wanita tua tadi.
Si wanita tua itu tertawa. Sedangkan pria itu melihat ke arah wanita tersebut sambil berkata "ibu kenapa ndak bilang kalo ini permen, saya kira ini keju".
Wajah si ibu berubah tenang. Merasa ada yang sama seperti dia. "iya, saya juga kiranya begitu tadi"
Padahal, pria itu tau pasti apa yang dimakannya. Padahal pertemuan itu hanyalah sebatas perjalanan singkat dan mereka akan berpisah. Kenapa pula ia begitu?
Al imam Sufyan Ats-Tasuri berkata :
ما رأيت عبادة عبادة أعظم وأجل من جبر الخواطر
Tidaklah Ada sebuah ibadah yang mulia melebihi jabrul khawatir (menenangkan pikiran seseorang yang kalut, - pent)
Benarlah, menghilangkan gangguan dari pikiran dan perasaan seorang muslim tak jauh berbeda dari menghilangkan gangguan dari jalanan mereka.
Pria tadi, bisa saja berkata sambil tertawa pada ibu itu "itu permen bu, bukan keju". Tapi ia memilih untuk diam, tidak berkomentar. Malah membalikkan keadaan sehingga si ibu tenang dan terasa malu.
Khuluqun adzhim. Menjaga perasaan seseorang. Betapa indahnya islam.
Maka, tebarkanlah ketenangan di hati hati manusia. Susun dan perhatikan setiap kata kata yang terlontar. Berlemah lembutlah dalam setiap perbuatan, jangan sakiti Seorang pun.
Karena hidup ini adalah perjalanan. Kita akan pergi, dan kenangan akan abadi.
0 Comments