ANTARA JUANG DAN RINDU


 "jikalau kau bilang doakan saja aku, apa harus ku kabarkan setiap do'aku mengudara?"

 

Assalamualaikum rekan! Apa kabar?

Masih acap merindu segala suara yg menderu?
Mari kemari, ada rentetan kata yang mesti kau baca.

Apa yang kau dapatkan di tanah rantaumu? Segenap asa? Secercah harapan? Atau malah hanya kehampaan dalam khayalan?

Rekan, aku masih ingat segala cerita sulitmu.. Siang itu, engkau mengaduh padaku tentang bagaimana rindumu naik pitam, bagaimana harapmu naik tensi, tak lupa pula aku serak suaramu menahan tangis yang mendalam.

Namun yang jadi tanyaku adalah, apa aduan ini kau adukan pula pada Rabbul izzati wal jalalah?

Kita memang sering begitu kan..?!
Terbuka pada makhluk, namun pada khaliq malah terlupa.

Rekan.. Jalan ku terasa pincang saat tak ada kau yang menyamai langkahku.
Buku tulisku acap kosong, karena tak ada lagi catatanmu yang bisa ku salin.

Aku terus mencari, Mencoba mengabari..
tapi, dimana kau kini?
Aku tak lagi jumpai kau dengan tas sandangmu, dengan pena birumu.. Kemana kau?
WA ku sepi dipagi libur, tak ada ajakan "bangun, para ruwwat memanggil" yang mengganggu tidur pagiku...kemana engkau?

Kabar terakhir, hanya sebait "nanti dulu, duluan aja" yang kudapati.

Apa rindu itu membunuhmu?
Aku harap tidak, karena jika iya...jelas aku harus bersiap dengan segala tameng. Pasalnya, rinduku lebih berat dari segala rindu yang kau cerita.

Atau juangmu yang membuat pagi liburmu menjadi keras?
Aku harap tidak, karena jika iya.. Jelas aku harus mengatur juangku. Pasalnya, juang yang kau cerita masih sama dengan awal juangku dahulu.

Lalu dengan apa aku harus memanggil? Dengan segala sumpah serapah dan makian keji? Atau dengan menyebut kata bijak la tansa maksuudakal awwal itu?

Rekan..
Dimana pena birumu itu? Sudah habiskah tintanya untuk menulis keluh kesahmu? Hingga tak lagi tersisa untuk menulis emas.. Begitukah?

Dimana pula tas sandangmu? Sudah penuhkah dengan segala gundah? Hingga tak ada lagi tempat untuk memikul amanah? Begitukah?

Kau pernah cerita tentang mengapa aku disini? Segala sesuatu yang harus kulahap karena terus dicekoki, padahal merasa pun aku tak lagi bisa, tak nikmat.....ingin aku bersama, berkumpul satu atap, agar duka ini dapat terbebas.. Begitu katamu.

Lalu aku jawab, jikalau memang disana kenapa harus dimari ? Tunggu saja dulu.
----------------

Based on True story.
Disimpul dari pelbagai tragedi; Surat terbuka dari salah seorang ustadz juga kisah dari seorang 'rekan' yang kami cintai karena Allah.

Oleh abu hatim huzaifah Ali akbar
Di Pekanbaru, mase ijazah mumillah.

*SIAPAPUN, TOLONG KIRIMKAN SAYA TULISAN INI SAAT KAU TAK JUMPAI AKU DI JALUR THAALIBUL ILMI.

Post a Comment

0 Comments