MEMPRIORITASKAN YANG TERPENTING

 

Salah satu bentuk pengangungan ilmu yang lain, yang disebutkan oleh syaikh Al-Ushaimi hafidzahullah dalam kitab beliau "ta'dzhimul ilmi" adalah :

Memperhatikan Macam-macam Ilmu Serta Memprioritaskan Ilmu Yang Paling Penting Terlebih Dahulu

Sesungguhnya jika ada suatu gambar yang indah lalu kita perhatikan dengan seksama setiap bagiannya maka ia akan bertambah baik di pandangan kita, dan semakin kita enggan memperhatikan setiap detailnya akan semakin luput pula keindahannya dari pandangan kita, begitupula halnya dengan ilmu; orang yang memperhatikan cabang-cabangnya dengan seksama, mempelajarinya serta mengambil bagian dari setiap cabangnya akan sempurna instrument keilmuannya.

Ibnul Jauzy rahimahullahu berkata di dalam kitabnya “Shaidul Khootir”:

“Mengumpulkan ilmu yang terpuji”.

“Dari setiap cabang ilmu ambillah dan jangan engkau jahil terhadapnya

karena orang yang merdeka (bukan budak) bebas untuk melihat rahasia-rahasia

Guru dari guru-guru kami yaitu Muhammad ibn Maani’ rahimahullahu berkata di dalam kitab beliau “Irsyaadut thullaab” : “Tidak sepatutnya orang yang mulia itu meninggalkan satu ilmu dari ilmu-ilmu yang bermanfaat yang akan membantunya untuk memahami Alqur’an dan Sunnah, terutama jika ia mengetahui bahwasanya dirinya memiliki kekuatan untuk mempelajari ilmu tersebut, tidak boleh baginya untuk mencela suatu ilmu yang ia tidak kuasai dan mengolok-ngolok orang yang menguasainya karena itu merupakan perbuatan tercela lagi hina, maka orang yang berakal sepantasnya ia berbicara dengan berlandaskan ilmu atau diam dengan berlandaskan kesabaran dan kelembutan, jika tidak begitu maka ia termasuk dalam ungkapan penyair:

“Telah sampai padaku bahwa orang mudah untuk mencela kebodohan

dari ilmu-ilmu yang mereka sendiri tidak kenali

Ilmu-ilmu yang seandainya mereka mau membacanya maka mereka tidak akan membencinya

akan tetapi rela berada dalam kebodohan itu lebih mudah bagi mereka”.

Sampai disini perkataan sang penyair.


Dan sesungguhnya memperhatikan macam-macam ilmu itu bergantung pada dua hal yang mendasar:

1. Memprioritaskan yang paling penting, yaitu ilmu yang sangat dibutuhkan oleh seorang pembelajar untuk menunaikan kewajibannya dalam beribadah kepada Allah.

Malik ibn Anas -Imam Darul Hijrah (Madinah)- ditanya tentang menuntut ilmu, beliau berkata: “(itu adalah) suatu kebaikan yang indah, akan tetapi perhatikanlah ilmu yang engkau pelajari, teruslah mempelajarinya dari pagi sampai sore (dan jangan berpindah-pindah) darinya”.

Abu ‘ubaidah Ma’mar ibn Almutsanna Rahimahullahu berkata: “Barangsiapa menyibukkan dirinya dengan hal yang tidak penting maka ia akan dirugikan dari yang lebih penting”.

“Kedepankanlah yang lebih penting sesungguhnya ilmu itu banyak

sedang umur hanyalah bayangan yang datang tiba-tiba atau tamu yang sekedar mampir sebentar”.

Dan yang lain juga: hendaknya tujuan seorang penuntut ilmu yang pertama adalah menguasai mukhtasor (ringkasan) dari setiap cabang ilmu, hingga ia bisa melengkapi semua ilmu yang bermanfaat, ia melihat mana yang cocok dengan kepribadiannya, lalu ia melihat kepada kemampuan dirinya, kemudian mendalami ilmu tersebut, entah satu cabang ilmu atau lebih.

Adapun mencapai target dalam setiap cabang ilmu serta mewujudkan kepiawaian dalam ilmu tersebut, sesungguhnya itu bisa disiapkan oleh seseorang sedikit demi sedikit dan dalam waktu yang panjang.

Kemudian seorang pembelajar melihat kepada kemampuannya dalam mengumpulkan setiap cabang ilmu dan mukhtasor-mukhtasornya (ringkasan-ringkasan ilmu) secara satu persatu atau sekaligus, dan mengumpulkan satu persatu merupakan metode yang cocok untuk mayoritas penuntut ilmu.

Diantara syair penduduk Syinqith (Mauritania) yang terkenal adalah perkataan salah seorang dari mereka:

“Jika engkau ingin meraih ilmu maka sempurnakanlah ia dahulu

dan cukuplah, berhenti mencari selainnya

merangkap ilmu-ilmu sekaligus telah datang larangannya

jika dua ilmu memiliki kemiripan ia akan menetap tidak akan keluar selamanya”.


Barangsiapa yang mengenali pada dirinya ada kemampuan untuk mengumpulkan sekaligus maka hendaknya ia lakukan, ini merupakan keadaan pengecualian dari mayoritas para penuntut ilmu.

Dan diantara pembatal-pembatal poin pembahasan ini (yaitu fokus pada satu jenis ilmu): Enggan memvariasikan jenis-jenis ilmu (setelah selesai fokus dalam satu ilmu-ed), meremehkan sebagian pengetahuan, menyibukkan diri dengan ilmu yang tidak bermanfaat, gemar mempelajari ilmu yang aneh dan asing.

Imam Malik rahimahullahu berkata: “Seburuk-buruk ilmu adalah yang asing (di tengah masyarakat), dan sebaik-baik ilmu adalah yang jelas dan dikenal oleh manusia”.


Post a Comment

0 Comments