SEMUA ADA WADAHNYA

Mungkin, ketika mendengar istilah ini, kita dengan segera akan mengaminkan kredo tersebut, dan benarlah, semua memang ada tempatnya.

Pada setiap perbuatan, ada tempat yang layak untuk mengerjakannya. Pada setiap ucapan, ada waktu yang tepat untuk mengatakannya. Semakin besar perkara yang akan diucapkan, semakin terbatas pula orang yang layak mendengarkan.

Terlebih lagi dalam masalah ilmu, bukan sembarang tempat ia akan menetap, bukan smebarang orang pula ia akan bersahabat. karenanya, diantra bentuk pengangungan terhadap ilmu yang disebutkan oleh syaikh Shaleh Al-Ushaimi dalam kitab ringkas beliau berjudul tadzhimul 'ilmi, adalah membersihkan dan menyiapkan wadah yang layak untuknya. beliau  hafidzahullah berkata :
المعقد الأول : تطهير وعاء العلم
cara pertama (dalam mengagungkan ilmu) adalah : membersihkan wadah ilmu tersebut.

Ini merupakan permulaaan dari 20 cara yang akan disebutkan syaikh dalam kitabnya. seakan syaikh memberikan isyarat, jikalau ingin ilmu itu menetap dalam diri, maka persiapkan tempat terbaik untuk menyimpannya. 

Dalam hal ini, wadah ilmu itu adalah القلب hati, atau kita sbeut saja dalam bahasa kita sbegai jantung, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dan ahli bahasa terkait makna alqalbu itu. 

Sungguh aneh jika kita melihat para penuntut ilmu hari ini lebih mengedapankan bagaimana cara meraup banyak maklumat dibanding cara menjaga maklumat tersbut. mereka lebih terfokus pada sisi pengambilan wawasan keilmuan lalu melupakan bahwa mereka belum memilik wadah yang pantas untuk menyimpannya.

Saudaraku, ilmu ini adalah barang berharga, warisan yang langka, buruan yang tak terhingga. Ananta memang mereka yang berebut untuk mendapatkannya. kita melihat majlis ilmu cukup sesak dnegan para perindunya. Namun, berapa dari mereka yang sudah menyiapkan wadah untuk menampung benda berharga tersebut?

Tersebutlah, dalam satu majlis guru kami menceritakan pengalaman beliau ketika melakukan ekskursi ke sebuah rumah pemeliharaan kucing. Beliau dapati apa yang membuatnya takjub; akan kebersihan tempat tersebut, akan kelaikan kandang tersebut. Dan pantas saja, kata beliau. kucing yang menjadi raja pada tempat tersebut adalah kucing berharga 50-100 juta. pantaslah jika pemeliharaan akan kebersihan tempat hidupnya begitu dijaga. Dengan kata lain "siapun yang ingin memiliki kucing tersebut, hendaknya ia memiliki tempat yang layak untuk didiami si kucing. harus sesuai dengan sop yang berlaku, harus terverifikasi dari badan khusus, dan sekian uji kelayakan lainnya"

Atau, mari kita lihat seorang sosialita yang memiliki belasan bahkan puluhan koleksi tas mewah. Apa dengan mudahnya ia akan menampakkan koleksi tersebut pada sembarang orang? Tidak tentunya. bahkan ia mungkin punya ruangan tersendiri untuk menyimpan koleksi berharganya tersebut, lengkap dengan sistem keamanan yang memadai. Ia juga tak mungkin membiarkan semua jenis orang masuk untuk menikmati koleksi tersebut, ia juga tak mungkin bersikap biasa pada barang mewah tersebut, terlebih jika harganya menembus ratusan juta bahkan milyaran, mungkin, sekian protokol harus dilakoni sebelum bisa menyentuhnya, iya, hanya menyentuh.

Lalu saudaraku, apakah ilmu itu lebih murah dari sekian harta dunia itu? apakah ilmu tak berharga sehingga dengan mudahnya kita mencampur adukkan ia dengan barang murah dan hina dalam satu wadah?

Maka, hati yang mejadi wadah ilmu tersebut haruslah bersih dari sekian kotoran yang mengganggu, haruslah steril dari kuman kuman kecil yang sering tak tampak. Itu semua, demi sebuah pengagungan terhadap ilmu, agar ilmu itu menjadi bermanfaat untuk diri penuntutnya, atau untuk orang lain, dan menjadikan ia sebagai karakter yang menghiasi para pemiliknya.

Sebagaimana dikatakan : 
من لا يكرم العلم لا يكرمه العلم
barang siapa yang tidak memuliakan ilmu, maka jauh ilmu dari memuliakannya

فاقد الشيء لا يعطي
 seorang yang tak memiliki, tak akan dapat memberi

Begitulah, ilmu yang tak diagungkan akan berdampak pada tak bermanfaatnya ilmu tersebut, dan kehilangan keberkahan satu ilmu sama dengan kehilangan ilmu tersebut. lalu bagaimana seorang yang kehilangan satu benda dapat memberi benda tersebut pada orang lain?

Apakah kiat untuk membersihkan wadah ilmu tersebut? apa saja kotoran yang dapat merusaknya? berapa kadar kebersihan satu wadah sehingga dapat dimasuki ilmu? akan kita jelaskan pada postingan selajutnya, barakallahu fiikum.

Post a Comment

0 Comments